MENGEVALUASI ACARA “GOKIL” DI SONIA FM MAUMERE DALAM TERANG PEMIKIRAN FILSAFAT FALSIFIKASI KARL RAIMUND POPPER
By: Emilianus Yakob Sese Tolo
“Criticism is the main motive force of any intellectual
development. Without criticism there would be no rational motive
for changing our theories, there would be no intellectual progress”.
I. Prawacana
Pada abad ini, dunia komunikasi berkembang sangat pesat. Media komunikasi mutakhir senantiasa menampakkan wajahnya dalam bentuk yang begitu canggih dan menarik. Penampakan realitas yang seperti ini adalah pertanda bahwa dunia kita sungguh bersifat dinamis. Ia terus berkembang dan berubah bersama aliran arus waktu.
Namun, seiring dengan kemajuan dunia yang sangat menggairahkan itu, tak dapat dipungkiri akan adanya factum bahwa aneka nilai dan way of life yang konstruktif sifatnya terhempas dan runtuh berkeping-keping di bawah bayang-bayang kesombongan manusia yang terlena dengan aneka kemajuan yang justeru membawa dampak yang mendua. Ia tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga negatif.
Salah satu contoh dampak kemajuan teknologi komunikasi yang paradoksal itu adalah keberadaan Radio Station Sonia FM, yang berlokasi di jalan Wairklau Maumere. Pada umumnya setiap acara yang disajikan oleh Sonia FM baik adanya. Tetapi ada satu acara yang menurut penulis kurang mendukung kemanusiaan manusia yaitu acara Gokil. Acara Gokil dinilai seperti itu karena ia serta merta mengeksploitasi seksualitas manusia yang seharusnya disyukuri dan dihargai sebagai bahan lelucon dan obyek tertawaan.
Berhadapan dengan realitas destruktif yang ditampilkan oleh Sonia FM melalui acara Gokilnya, penulis ingin mengkaji dan mengkritisinya dalam terang filsafat falsifikasi Karl Raimund Popper. Filsafat falsifikasi Popper ini menjadi landasan bagi penulis untuk membangun kritik dan evaluasi yang konstruktif bagi keberadaan Sonia FM dan masyarakat Sikka seluruhnya.
II. Sekelumit Tentang Karl Raimund Popper dan Filsafat Falsifikasinya.
2.1. Riwayat Hidup
Karl Raimund Popper adalah seorang filsuf kontemporer yang mempunyai karakter yang agak lain dari para filsuf kontemporer lainnya karena filsafatnya mempunyai corak filsafat aksi (philosophy of action). Ia lahir di Wina-Austria, 28 Juli 1902 dari keluarga kelas menengah. Kedua orang tuanya berketurunan Yahudi dan beragama Kristen. Ia dididik dalam nuansa didikan Lutheran dan disekolahkan di University of Vienna, dan mendapat gelar PhD dalam bidang filsafat pada tahun 1928, dan mulai mengajar matematika dan fisika pada sekolah menegah dari tahun 1930-1936.
Ayahnya, Dr. Simon Sigmund Carl Popper, seorang pengacara yang sangat berminat pada filsafat dan masalah-masalah sosial. Beliau juga seorang bibliofil yang memiliki 12.000-14.000 koleksi buku di perpustakaan pribadinya. Rupanya situasi keluarga dan minat ayahnya yang demikian amat mempengaruhi petualangan intelektualnya. Ia menjadi anak yang tenang dan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca. Karena kegemarannya membaca maka tidak heran jika ia menjadi anak yang pintar dan kemudian menjadi filsuf yang mempunyai kemampuan dan originalitas yang tinggi.
Popper adalah filsuf kontemporer yang mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam dunia ilmu pengetahuan. Melalui teori Filsafat falsifikasi ilmu pengetahuannya, ia memberikan pencerahan pada dunia ilmu pengetahuan yang pada masanya terkesan kaku dan tidak membangun. Untuk menjelaskan teorinya ini, ia menulis beberapa buku dan banyak artikel. Buku-bukunya yang berkaitan dengan pengetahuan adalah sebagai berikut: Logik der Forschung (The logic of Discovery) (1934), Conjectures and Refutation: The Growth of Scientific Knowledge (1963), Objective Knowledge: An Evolutionary Approach (1972). Namun, walaupun ia memiliki pengaruh yang besar pada bidang ilmu pengetahuan, ia juga mempunyai minat yang cukup tinggi pada bidang sosial dan politik. Bukunya yang paling menyinggung soal sosial dan politik ini adalah The Poverty of Historicism (1957) dan The Open Society and Its Enemies.
Minat politik Popper sudah mulai nampak sejak remaja. Awalnya Popper adalah seorang Marxis, dan oleh karena itu ia amat antusias dengan Social Democrat. Ia masuk dalam kelompok sayap kiri (left-wing). Namun ketika gejolak politik di Wina mulai memanas pada tahun 1930 dan oposisi kiri terhadap fasisisme hancur, Popper mulai menjadi lebih kritis terhadap Marxisme. Dalam bukunya, The Open Society and Its Enemies (Vol.II, pp. 164-165) Popper mengeritik Marxisme demikian:
Since the revolution was bound to come, fascism could only be one of the means of bringing it about; and it was more particularly so since the revolution was clearly long overdue. Russia had already had it in spite of its backward economic conditions. Only the vain hopes created by democracy were holding it back in the more advanced countries. Thus the destruction of democracy through the fascists could only promote the revolution by achieving the ultimate disillusionment of the workers in regard to democracy methods. With this, the radical wing of Marxism felt that it had discovered the “essence” and “the true historical role” of fascism. Fascism was, essentially, the last stand of bourgeoisie. Accordingly, the Communists did not fight when the fascists seized power. (Nobody expected the social democrats to fight). For the Communists were sure that the proletarian revolution was overdue and that the fascist interlude, necessary for its speeding up, could not last longer then a few months. Thus no action was required from the Communists. They were harmless. There was never a “communist danger” to the fascist conquest of power.
Kritik terhadap Marxisme akhirnya dikembangkan secara sistematis dalam bukunya The Open Society and Its Enemies. Memang bukan hanya Marxisme yang ditentang oleh Popper. Ada beberapa filsafat ortodoks yang dikritik oleh Popper seperti Positivisme Logis, Determinisme dan Filsafat Bahasa. Popper berargumen bahwa tidak ada subject matters, tetapi yang ada hanya problem dan keinginan kita untuk memecahkan problem itu. Popper katakan bahwa teori-teori ilmu pengetahuan tidak bisa diverifikasi secara total, mereka hanya bisa disangkal secara tentatif. Oleh karena itu, menurut Popper, filsafat yang paling baik ada filsafat yang senantiasa berada dalam problem dan usaha untuk memecahkan problem itu.
Oleh karena itu, berkaitan dengan kritik Popper terhadap Marxisme, Isaiah Berlin katakan bahwa Filsafat Popper adalah filsafat yang paling melahirkan penyangkalan yang mengancurkan terhadap Marxisme (the most devasting refutation of Marxism). Kemapanan Marxisme diganggu oleh Popper karena ia terlalu menekankan aspek ekonomi dan mengabaikan aspek lainnya yang juga mempunyai pengaruh fundamental bagi hidup manusia
Dalam perjalanan hidupnya, Popper pernah mengalami kekejaman dan keganasan Nazi. Oleh karena itu, pada tahun 1937, karena ancaman Nazi, Popper terpaksa beremigrasi ke New Zeeland. Di sana ia menjadi pengajar pada Canterbury University College New Zeeland. Di New Zeeland, ia tidak bertahan lama. Pada tahun 1946, ia pindah ke Inggris untuk berkarir sebagai pengamat dalam bidang logika dan metode ilmu pengetahuan pada London School of Economics, dan pada tahun 1949 ia ditunjuk menjadi profesor pada sekolah tersebut.
Popper adalah anggota dari Academy of Humanism, dan mengakui dirinya sebagai seorang agnostik yang senantiasa mengahargai ajaran-ajaran moral Yudaisme dan Kristianitas. Popper juga pernah menjadi presiden dari Aristotelian Society dari tahun 1958 sampai tahun 1959. Pada tahun 1965, dia diberi gelar bangsawan oleh ratu Elisabeth II. Dia juga dipilih menjadi seorang Fellow of the Royal Society pada tahun 1976. Sejak tahun 1969, dia pensiun dari dunia akademik, akan tetapi ia tetap menjadi seorang intelektual hingga akhir hayatnya
Sebagai seorang Filsuf yang berbakat Popper memenangi banyak penghargaan dalam bidangnya. Pada tahun 1982, Popper dianugerahi penghargaan Insignia of a Companion of Honour oleh Ratu Elisabeth II. Selain itu, ia juga memenangi beberapa penghargaan seperti: Lippincott Award of the American Politican Science Association, Sonning Prize, Felloship in the Royal Society, British Academy, London School of Economics, King’s College London, dan Darwin College Cambridge. Austria menganugerahi Popper Grand Decoration of Honour in Gold.
Pada tanggal 17 September 1994, Popper meninggal dunia. Setelah upacara kremasi, abu hasil kremasi jasad Popper (Popper Ashes) diambil dan dibawa ke Wina dan dikuburkan di pekuburan Lainz berdekatan dengan ORF Center, dimana istrinya yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya di Austria dikuburkan.
2.2. Secuil Tentang Filsafat Falsifikasi Popper (Popper’s Philosophy)
2.2.1. Filsafat Ilmu Pengetahuan (Philosophy of Science)
Popper adalah Filsuf kontemporer yang mempunyai sumbangan pemikiran yang sangat signifikan dalam merumuskan metode dan sistem pengetahuan manusia. Sebelum merumuskan esensi filsafat ilmu pengetahuannya, Popper mencoba untuk berbicara tentang masalah klasik yang cukup kontroversial pada masanya. Masalah klasik itu adalah masalah sumber pengetahuan (Sources of Knowledge) yang diwakili oleh dua aliran besar dalam sejarah filsafat pengetahuan yakni empirisisme dan rasionalisme.
Praksisnya kontroversi itu terjadi antara filsuf-filsuf Inggris -seperti Bacon, Locke, Berkeley, Hume dan Mill- dan filsuf daratan Continental -seperti Descartes, Spinoza dan Leibniz. Berhadapan dengan kontroversi tentang sumber pengetahuan ini maka Popper mencoba bertindak seperti Immanuel Kant untuk menjembatani keduanya. Popper berpendapat bahwa baik kaum rasionalis maupun kaum empiris sama-sama jatuh pada ekstrim yang membawa mereka pada kekeliruan. Menurutnya, baik penampakan empiris maupun kapasitas intelektual merupakan sumber pengetahuan. Sintesis antara yang empiris dan yang rasional akan melahirkan pengetahuan yang benar bagi manusia. Atas alasan itu maka Popper katakan demikian:
I shall try to show of the two schools of empiricism and rationalism that their differences are much smaller than their similarities, and that both are mistaken. I hold that they are mistaken although I am myself an empiricist and a rationalist of sorts. But I believe that, though observation and reason have each an important role to play, these roles hardly resemble those which their classical defenders attributed to them. More especially, I shall try to show that neither observation nor reason can be described as source of knowledge, in the sense of in which they have been claimed to be sources of knowledge, down to the present day.
Bagi Popper apa yang telah dibuat oleh para pemikir besar seperti Hume, Kant, Descartes, John Locke dan beberapa pemikir besar lainnya adalah suatu kekeliruan. Kalau kita mengamati secara sistematis dan teliti tentang diskursus sumber pengetahuan dalam sejarah ilmu pengetahuan maka kita akan menemukan bahwa kaum rasionalis memiliki pandangan yang jauh lebih radikal dan ekstrim dibandingkan dengan kaum empirisisme. Kaum rasionalis dengan penuh percaya diri bahwa sumber satu-satunya pengetahuan adalah ratio manusia. Karena sumber pengetahuan adalah ratio maka pengetahuan itu harus dicari dalam alam pikirian atau ratio itu (in the realm of the mind). Tidak ada sumber lain di luar ratio manusia. Semetara itu, kaum empiris memang percaya bahwa pengetahuan bersumber pada pengalaman empiris, namun mereka masih memberi ruang kepada kapasitas intelektual sebagai sumber pengetahuan seperti dalam praksis ilmu matematika.
Dalam kaitannya dengan Filsafat pengetahuan, Popper menolak metode Induksi karena ia menghasilkan kebenaran yang tidak valid secara logis. Mengapa kebenaran kesimpulan induktif umumnya tidak valid secara logis? Misalkan pristiwa A diikuti oleh pristiwa B pada suatu kesempatan. Dari pernyataan ini tidak bisa ditarik kesimpulan secara logis bahwa pristiwa A akan diikuti oleh pristiwa B pada kesempatan lain. Tetapi kalau ada fakta bahwa peristiwa A sering diikuti oleh peristiwa B, kita bisa tarik suatu kesimpulan bahwa peristiwa A selalu diikuti oleh pristiwa B adalah benar. Namun kesimpulan benar di sini tidak ditarik secara logis, melainkan secara psikologis. Atau bisa dikatakan bahwa hal itu adalah fakta psikologis bukan fakta logis.
Contoh lain, Matahari telah terbit pada hari-hari yang telah lewat, tidak berarti bahwa esok hari Matahari akan terbit. Mungkin melalui ilmu fisika mutakhir dapat diprediksi bahwa esok hari Matahari akan terbit seperti hari sebelumnya. Tetapi prediksi itu tidak otomatis benar, sebab alam mempunyai hukum yang misterius dan ilmu fisika itu memiliki keterbatasannya.
Popper menggantikan metode induktif dengan metode deduktif. Metode deduktif Popper amat berkaitan dengan proses falsifikasi. Suatu ilmu pengetahuan benar-benar disebut sebagai ilmu pengetahuan bila ia memiliki sifat patut disalahkan. Popper menegaskan bahwa ilmu pengetahuan baru disebut sebagai ilmu pengetahuan bila ia mempunyai karakter patut disalahkan. Pengetahauan yang sejati adalah pengetahuan yang selalu terbuka untuk disalahkan, dikoreksi dan diperbaiki. Setiap pengetahuan tidak selalu menampakkan diri dalam kenyataan yang benar secara absolut. Dan justru dengan proses falsifikasi ini pengetahuan semakin diperkaya dari waktu ke waktu. Pengetahuan tidak lahir dari sebuah pengulangan yang kaku akan teori yang telah ada, tetapi merupakan inovasi akan sesuatu yang baru yang dapat memperkaya pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itu, tanpa proses falsifikasi, pengetahuan tidak akan diperkaya dari waktu ke waktu.
2.2.2. Filsafat Politik (Political Philosophy)
Filsafat politik Karl Raimund Popper sesungguhnya lahir sebagai reaksi terhadap situasi sosio-politik yang ada pada zamannya. Dogmatisme Marxisme dan Positivisme menginspirasikannya untuk mencoba meracik sebuah mekanisme pemikiran baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan sosio-politik. Bagi Popper, dogmatisme adalah musuh dari usaha pencaharian terhadap kebenaran. Oleh karena itu, sistem politik yang bernuansa dogmatis sebagaimana yang menampakkan diri dalam struktur yang totalitarian dan otoritarian mesti ditolak. Sebab jika tidak maka suatu tatanan sosio-politik yang aman, damai dan harmonis tidak tercapai.
Dalam hukunya The Open Society and Its Enemies dan The Poverty of Historicism, Popper menjelaskan secara panjang lebar konsepnya tentang filsafat politik. Sesunggguhnya, konsep politik Popper tetap bertumpuh pada filsafat falsifikasi sebagaimana ada dalam penjelasannya tentang ilmu pengetahuan. Dengan menjadikan filsafat falsifikasi pengetahuannya sebagai basis analisa dalam filsafat politik, Popper sebenarnya mau menunjukkan bahwa epistemologi mempunyai pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sosio-politik.
Dalam uraian itu, Popper mengeritik tatanan dan birokrasi politik yang timpang. Menurut Popper, ketimpangan itu terjadi karena ada struktur pemerintahan yang totalitarianistis dan autoritarianistis yang cenderung bertindak sewenang-wenang baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam menjalankan roda kepemerintahan. Dalam sistem pemerintahan yang demikian, pemerintah cenderung bertindak irasional. Oleh karena itu, mereka cenderung menolak kritik publik dan otokritik yang rasional, yang amat urgen dalam sebuah pemerintahan dan proses politiknya.
Menurut Popper, irasionalitas politik adalah musuh terbesar dari rasionalitas politik, dan politik yang rasional sangat ditentukan oleh pemimpin yang rasional. Relasi antara pemimpin yang rasional dan politik yang rasional adalah relasi yang inhern dan tak terpisahkan. Namun, untuk memperoleh pemimpin yang rasional serentak pemimpin ideal bukanlah hal mudah, sebab manusia umumnya tidak suka dikritik dan lebih senang dipuja dan dipuji. Pemimpin yang rasional adalah pemimpin yang senantiasa membuka diri baik terhadap otokritik, maupun kritik publik yang konstruktif. Sebab, bagi Popper, setiap keputusan dan kebijakan yang lahir dari idealisme seorang pemimpin, termasuk pemimpin ideal, selalu menampakkan diri dalam wujud hipotesis yang selalu terbuka untuk dikritisi, dimodifikasi dan diperbaiki.
Secara garis besar pembicaraan Popper tentang filsafat politik dapat dibagikan ke dalam beberapa bagian, yakni masyarakat terbuka, masyarakat tertutup. Masyarakat terbuka adalah masyarakat yang senantiasa dijiwai oleh rasionalitas. Karena masyarakat terbuka senantiasa dijiwai oleh rasionalitas maka ia senantiasa membuka diri terhadap perubahan dan kemungkinan yang dimungkinkan oleh kritik yang rasional. Bagi masyarakat terbuka, dogmatisme adalah musuh yang mesti dilawan karena ia amat dekat dengan kediktatoran dan kesewenang-wenangan yang selalu menutup diri terhadap kritik.
Lebi lanjut, masyarakat terbuka adalah masyarakat ideal menurut Popper. Oleh karena itu keberadaannya dalam sebuah tatanan sosial adalah sebuah keniscayaan. Popper sendiri mengatakan bahwa sistem pemerintahan yang paling tepat adalah "demokrasi". Masyarakat terbuka disebut Popper sebagai demokrasi yang sesungguhnya. Namun masyarakat demokratis amat sulit ditemukan di negara mana pun di dunia ini, sekalipun negara bersangkutan mengklaim diri sebagai negara demokratis murni. Akan tetapi dengan mengatakan demikian tidak berarti masyarakat terbukat tidak bisa direalisasikan dalam kehidupan aktual manusia. Ia bisa direalisasikan tetapi butuh proses, perjuangan dan konsistensi yang teguh.
Sementara itu, masyrakat tertutup adalah musuh dari masyarakat terbuka. Kalau dalam masyararakat terbuka karakter sosial yang menonjol adalah karakter rasional, maka dalam masyarakat tertutup karakter irasionallah yang mendominasi kehidupan sosial. Karakter irasional inilah yang menyebabkan penguasa dan pemerintah bertindak sewenang-wenang, otortiter dan tidak bertanggung jawab. Hal ini dimungkinkan selain oleh tumpulnya otokritik para penguasa, juga disebabkan oleh lunturnya daya kritis masyarakat akibat kebodohan, keacuhan dan intimidasi dari penguasa.
III. Mengevaluasi Acara Gokil Sonia FM dalam Terang Filsafat
Falsifikasi Karl Raimund Popper
3.1. Sekelumit Tentang Gokil dan Sonia FM
Sonia FM adalah salah satu satisiun radio swasta milik Konggregasi religius SVD yang terletak di jalan Wairklau Maumere. Ia selalu on air setiap hari pada gelombang 102,9 MH mulai pukul 5.00 sampai 24.00 dengan jangkauan yang cukup jauh, bahkan hingga kabupaten Fkores Timur, Larantuka. Melaihat rentangan waktu on airnya, dapat dikatakan bahwa aktivitas Sonia FM cukup padat dengan berbagai acara yang dikemas secara menarik agar dapat menguasai massa.
Tak dapat disangkal bahwa aneka kemasan acara Sonia FM yang amat menarik telah menyedot perhatian publik Sikka dan sekitarnya. Banyak masyarakat Sikka yang berpartisipasi dalam setiap acara yang dikemas oleh Sonia FM. Dengan ini maka Sonia FM mampu bersaing dengan stasiun radio RSPD Sikka yang sudah eksis lebih lama di Sikka. Sementara itu, popularitas stasiun radio swasta yang lain yakni Rogate FM, Unipa FM dan Rama FM jauh berada di bawah Sonia FM.
Kalau ditilik dari fungsi sosialnya, sejauh ini, keberadaan Sonia FM amat membantu masyarakat Sikka dalam mengakses informasi lokal, nasional dan manca negara. Sonia FM juga menyediakan aneka hiburan berupa tembang manis yang direquest oleh para soniars via short massage service (SMS) atau telepon. Selain itu, Sonia FM memiliki peran pencerahan bagi masyarakat Sikka dengan menghadirkan tokoh intelektual untuk diwawancara dalam kaitan dengan masalah tertentu. Ia juga menyediakan acara bahasa Inggris yang amat menarik pada setiap hari jumat pada pukul 20.00 sampai 21.00 yang dipandu oleh Max dan seorang native speaker asal Inggris Theresa. Singkatnya, acara-acara yang disuguhkan oleh Sonia FM bagi masyarakat Sikka cukup baik dan diterima secara publik.
Namun, meskipun demikian ada satu acara yang disebut Gokil, yang menurut penulis tidak terlalu layak untuk disuguhkan bagi masyarakat Sikka. Sebenarnya, nama Gokil itu sendiri berhubungan dengan pemandunya yakni Luki yang berambut rasta panjang ala Bob Marley yang kelihatan amat dekil. Gokil merupakan kependekan dari Gondrong Dekil, yakni si Luki, sang pemandu.
Pertanyaanya, apa itu Gokil? Gokil adalah acara yang mengundang para soniars berpartisipasi via SMS. Bentuk partisipasi itu adalah dengan mengirim SMS yang berbau cerita lucu. Namun sejauh ini, cerita lucu yang dikemas selalu bernuansa porno yang menggelikan sehingga bisa membangkitkan nafsu seksual dan rasa lucu. Dan Nuansa pornografai yang dibawa oleh Gokil ini sungguh bertentangan dengan kebudayaan masyarakat Sikka itu sendiri yang sangat menghargai seksualitas manusia.
Sesungguhnya, pornografi yang ditampilkan oleh Sonia FM melalui acara Gokil dapat membawa pengaruh negatif bagi masyarakat Sikka itu sendiri. Sebab, pada galibnya, media komunikasi seperti radio memiliki pengaruh sosial yang sangat tinggi. Bagi soniars yang aktif mengikuti acara ini setiap hari, pola pikir mereka akan dipengaruhi oleh acara ini. Mereka melihat bahwa seksualitas manusia sebagai obyek lelucon yang tidak perlu dihargai. Inilah dampak destruktif. Dan adanya factum akan dampak destruktif yang disebabkan oleh acara Gokil ini, maka acara ini perlu dikoreksi dan dibenahi kembali agar lebih cocok dan sesuai dengan budaya setempat sehingga dapat membawa kebaikan dan keharmonisan sosial.
3.2. Mengevaluasi Acara Gokil Sonia FM dalam Terang Filsafat
Falsifikasi Karl Raimund Popper
Radio adalah media komunikasi massa yang bersifat elektronik yang amat penting bagi kehidupan sosial. Ia selalu menyajikan berita, informasi dan hiburan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Berita yang diekspos adalah berita tentang realitas masyarakat yang terjadi setiap hari. Namun, dewasa ini fungsi Radio tidak sebatas menginformasikan berita-berita aktual. Radio juga memiliki fungsi lain, seperti fungsi kontrol politis dan perannya sebagai media yang mensosialisasikan pelbagai aturan normatif, pengetahuan, agama, politik, budaya dan ekonomi.
Dalam kehidupan sosial-politis, seperti di Indonesia, Radio juga memililiki peranan yang sangat urgen sebagaimana yang dijelaskan tadi. Ia dapat dijadikan sebagai katalisator dalam memperlancar proses politik, memberikan sosialisasi dan pendidikan kultural dan politik kepada masyarakat umum. Sosialisasi dan pendidikan seperti ini penting karena dengan demikian masyarakat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang budaya dan politik, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan apa yang ia ketahui.
Selain itu, Radio dapat berfungsi sebagai pengontrol terhadap tindakan penguasa. Ia dapat memberikan kritik yang konstruktif sebagaimana yang dimaksudkan oleh Popper. Namun, untuk menjalankan fungsi ini, Radio perlu menjaga independesi dan obyektivitasnya agar ia tidak menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan penguasa semata. Ia harus senantiasa independen dari pengaruh penguasa. Selain itu, Ia perlu juga menghindari konflik kepentingan (conflict of interests) dengan tetap menjaga prinsip etika penyiaran yang berlaku. Otonomitas Radio ini sangat diperlukan agar daya kritis dan peran kontrol dapat berfungsi secara optimal.
Namun, dalam kenyataan faktual, Radio terkadang tidak menjalankan perannya dengan baik. Justru kehadiran membawa dampak negatif bagi kehidupan sosial. Hal ini ditunjukkan oleh radio Sonia FM dalam acara Gokilnya. Oleh karena itu, hal ini mesti dikoreksi secara konstruktif sebagaimana dalam logika filsafat falsifikasi Popper.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa filsafat falsifikasi Popper amat menekankan unsur kritik. Atau dengan kata lain, kritik menjadi intisari dari filsafat Popper itu sendiri. Bagi Popper, segala sesuatu yang ada di dunia ini senantiasa bersifat sementara. Kebenaran di dunia itu juga bersifat sementara, dan karena itu ia senantiasa terbuka terhadapa proses falsifikasi. Semua manusia bukan pemilik kebenaran, tetapi pencari kebenaran yang tidak memiliki kata final. Proses falsifikasi itu memiliki intensi luhur agar manusia dapat menggapai kebenaran yang sejati.
Acara Gokil yang disuguhkan oleh Sonia FM bukanlah kenyataan yang tanpa cacat. Kehadirannya bukan kehadiran yang benar secara absolut. Ia tidak sempurna sepenuhnya. Oleh karena itu, ia mesti senantiasa membuka diri terhadap kriti, baik otokritik maupun kritik publik. Otokritik itu dapat dilakukan oleh pegawai Sonia FM itu sendiri, sedangkan kritik publik itu dapat dilakukan oleh semua masyarakat, khususnya masyarakat Sikka.
Proses falsifikasi diri seperti di atas, dalam hal ini Sonia FM, mesti dilakukan karena memang media komunikasi seperti radio memiliki dampak sosial yang cukup signifikan bagi masyarakat. Jika tidak ada proses kritik atau falsifikasi maka bahaya sosial akan mengacam masyarakat bila penyiaran radio itu sudah berada di luar jalur etika penyiaran yang benar sebagaimana Sonia FM itu sendiri. Namun, agar hasil maksimal dapat tercapai maka proses falsifikasi itu mesti dilakukan secara terus menerus.
Sejalan dengan pandangan Popper itu, G. Chester dalam bukunya Television and Radio katakan bahwa media komunikasi seperti radio itu memiliki pengaruh sosial yang sangat tinggi karena itu ia mesti membenah diri agar kehadirannya dapat membawa dampak positif bagi kehidupan sosial. Chester menandaskan demikian:
The social effects of radio are many and varied. For one thing, radio influences our daily living. Listeners are perceptibly and imperceptibly affected by the programs they hear each day. That is way radio stations should adjust their self, so that what they do is useful for the society itself.
Bagi Chester, stasiun radio yang baik adalah stasiun radio yang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Tapi yang dimaksudkan dengan “penyesuaian” di sini adalah bahwa stasiun radio mesti melihat apakah aktivitasnya sesuai dengan tuntutan kemanusiaan atau tidak. Jika aktivitasnya bertentangan dengan kemanusiaan manusia maka ia mesti segera memperbaiki diri agar keberadaannya menjadi sumbangan yang berharga bagi masyarakat pendengarnya.
Namun semua itu akan dapat tercapai bila ada kerja keras dan latihan yang terus menerus. No Shame in Learning. Tidak boleh ada kata malu dalam belajar. Latihan bisa membuat penampilan sebuah stasiun radio bisa diterima secara sosial. Tanpa latihan, penampilan sebua stasiun radio bisa menggangu panorama sosial.
Berdasarkan uraian di atas maka Sonia FM sebagai satu stasiun radio di Sikka mesti berani utuk belajar dan membenah diri. Ia mesti siap untuk memfalsifikasi diri demi perkembangannya dan kemajuan masyarakat itu sendiri teristimewa masyrakat Sikka. Acara Gokil yang disiarkan oleh Sonia FM perlu dilihat dan dikaji kembali secara saksama. Sebab, dalam acara Gokil ada hal-hal negatif yang ditimbulkan yang dapat mengganggu panorama sosial. Acara Gokil menjadikan seksualitas manusia sebagai obyek lelucon yang menggelikan. Seksualitas manusia semestinya dihargai karena ia merupakan anugerah terindah dari Tuhan yang mesti dihargai dan dihormati.
Ada pun beberapa ekses negatif yang ditimbulkan oleh acara Gokil di Sonia FM. Pertama, acara Gokil dalam hal ini sudah menjadikan seksualitas manusia sebagai obyek untuk ditertawakan. Seksualitas manusia semestinya dihargai dan dihormati karena ia merupakan anugerah Tuhan yang terindah. Menghargai seksualitas bukan berarti kita tidak boleh membicarakan sekualitas. Atau kita mentabukan seksualitas. Seksualitas manusia bukanlah sesuatu yang tabu karena itu ia bisa dibicarakan. Pembicaraan tentang seksualitas manusia dapat dibuat dengan cara-cara yang manusiawi, bukan seperti pembicaraan dalam acara Gokil yang justru mengobyekkan dan merendahkan seksualitas manusia. Seksualitas manusia dijadikan obyek tertawaan yang dikemas dalam pesan pendek yang lucu dan menggelikan via SMS.
Kedua, acara Gokil itu sendiri sama sekali tidak mendidik anak-anak yang masih di bawah umur, yang masih awam dengan seksualitas itu sendiri. Cerita-cerita porno yang menggelikan itu dapat mempengaruhi pola tingkah laku anak-anak di bawah umur dalam kehidupan setiap hari. Mereka akan cenderung untuk berkata tidak sopan dan tidak menghargai seksualitas manusia karena yang mereka tahu dari acara Gokil seksualitas manusia itu hanyalah obyek lelucon yang memalukan. Anak-anak memiliki budaya meniru yang amat tinggi karena itu apa yang mereka dengar dari Gokil akan mereka praktekan dalam kehidupan mereka setiap hari. Apalagi, acara Gokil itu terjadi pada jam aktif anak-anak, sehingga mudah dikosumsi oleh anak-anak.
Ketiga, acara Gokil menyediakan kesempatan bagi remaja yang sedang mencari jati diri dan identitasnya untuk berbicara tentang seksualitas secara tidak sopan dengan mengirim SMS porno. Pada masa remaja semestinya remaja diberi bekal yang cukup untuk mengetahui seksualitasnya secara baik dan benar. Sebab dengan pengetahuan yang memadai tentang seksualitasnya sendiri maka seorang remaja akan lebih mampu untuk menghargai seksualitas orang lain.
Keempat, acara Gokil sesungguhnya bertentangan selain dengan budaya Sikka tetapi juga dengan ajaran iman orang Sikka, yakni iman Katolik. Memang ada orang Sikka yang tidak beragama katolik, tetapi mayoritas orang Sikka beragama Katolik. Menurut ajara iman Katolik, tubuh adalah kenisah Roh Kudus. Oleh karena itu, ia mesti dihormati. Pornografi dalam acara Gokil adalah bentuk perendahan martabat tubuh manusia sebagai kenisah Roh Kudus.
Dalam dokumen resmi tentang komunikasi sosial yang dikeluarkan oleh Tata Suci Gereja Katolik, yakni tentang Violence and Sex in Media, mengatakan bahwa pornogfrafi dalam media adalah aksi kekerasan. Oleh karena itu, ia mesti dihindari, dicegah dan dilarang. Pornografi dalam media merupakan suatu pelanggaran yang mengurangi arti pribadi manusia dan tubuh manusia menjadi suatu obyek yang anonim yang disalahgunakan dengan tujuan untuk memuaskan hawa nafsu. Oleh akrena itu, berdasarkan pejelasan ini maka apa yang dibuat oleh Gokil sebenarnya bertentangan dengan aturan normatif Gereja Katolik. Dan hal ini sangat ironis dan perlu disayangkan. Apalagi stasiun radio Sonia FM adalah milik SVD, sebuah tarekat religius yang sudah sejak lama menanam benih iman Katolik di Sikka.
Berkaitan dengan dampak destruktif yang ditampilkan oleh Sonia FM melalui acara Gokil sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka filsafat falsifkasi Popper dapat memainkan peran agar bahaya negatif dapat diantisipasi. Ada pun bebarapa hal yang bisa di sumbangkan oleh filsafat falsifikasi Popper dalam kaitannya dengan realitas yang ditampilkan oleh Gokil.
Pertama, filasafat Popper mengajarkan agar kita senantiasa membuka diri terhadap kritik demi mencapai kebenaran dan kebaikan bersama (bonum commune). Oleh karena itu, Sonia FM dalam hal ini mesti berani untuk menerima kritik, baik otokritik maupun kritik publik. Masyarakat Sikka sendiri mesti berani melakukan kritik publik. Melalui kritik seperti ini, acara Gokil dapat dikemas dan dipoles kembali sedemikian rupa agar membawa kebaikan bagi masyrakat pada umumnya dan masyrakat Sikka pada khususnya.
Kedua, filsafat Popper juga mengajar kita untuk senantiasa bersifat kritis terhadap realitas. Berhadapan dengan acara Gokil, filsafat Popper mengajak kita untuk bersikap kritis. Kalau kita bersikap kritis maka kita tidak mungkin berpartisipasi via SMS dalam acara Gokil. Acara Gokil sesungguhnya tidak memiliki sumbangan konstruktif bagi hidup kita khusnya para remaja. Dan sesungguhnya, tanpa partisipasi seluruh masyarakat Sikka dalam acara Gokil maka acara Gokil itu tidak hidup dan berkembang.
1V. Postwacana
Keberadaan sebuah media komuniksi seperti radio sangat bermanfaat bagi masyarakat. Ia dapat memberikan informasi aktual, pencerahan dan pendidikan bagi para pendengar. Oleh karena itu, ia dapat dikatakan sebagai ‘api’ yang membawa terang bagi kehidupan sosial masyarakat.
Namun dalam kenyataan faktual, sering ditemukan aneka ketimpangan yang ditimbulkan oleh media komunikasi seperti radio. Radio di satu sisi ia membawa dampak positif, tetapi terkadang di sisi lain ia juga membawa dampak negatif. Kenyataan seperti ini kita temukan juga pada stasiun radio Sonia FM Maumere dalam acara Gokil yang secara terang-terangan mrendahkan seksualitas manusia.
Akan tetapi, agar stasiun radio seperti Sonia FM dapat selalu memberikan yang terbaik bagi masyarakat Sikka maka filsafat falsifikasi Karl Popper dapat memainkan peran yang signifikan. Filsafat Popper mengajarkan agar kita senantiasa bersikap kritis, berani untuk mengeritik diri sendiri (otokritik) dan berani untuk menerima kritik dari orang lain (kritik publik). Hanya melalui dua jenis kritik seperti ini Sonia FM dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat Sikka.
“Criticism is the main motive force of any intellectual
development. Without criticism there would be no rational motive
for changing our theories, there would be no intellectual progress”.
I. Prawacana
Pada abad ini, dunia komunikasi berkembang sangat pesat. Media komunikasi mutakhir senantiasa menampakkan wajahnya dalam bentuk yang begitu canggih dan menarik. Penampakan realitas yang seperti ini adalah pertanda bahwa dunia kita sungguh bersifat dinamis. Ia terus berkembang dan berubah bersama aliran arus waktu.
Namun, seiring dengan kemajuan dunia yang sangat menggairahkan itu, tak dapat dipungkiri akan adanya factum bahwa aneka nilai dan way of life yang konstruktif sifatnya terhempas dan runtuh berkeping-keping di bawah bayang-bayang kesombongan manusia yang terlena dengan aneka kemajuan yang justeru membawa dampak yang mendua. Ia tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga negatif.
Salah satu contoh dampak kemajuan teknologi komunikasi yang paradoksal itu adalah keberadaan Radio Station Sonia FM, yang berlokasi di jalan Wairklau Maumere. Pada umumnya setiap acara yang disajikan oleh Sonia FM baik adanya. Tetapi ada satu acara yang menurut penulis kurang mendukung kemanusiaan manusia yaitu acara Gokil. Acara Gokil dinilai seperti itu karena ia serta merta mengeksploitasi seksualitas manusia yang seharusnya disyukuri dan dihargai sebagai bahan lelucon dan obyek tertawaan.
Berhadapan dengan realitas destruktif yang ditampilkan oleh Sonia FM melalui acara Gokilnya, penulis ingin mengkaji dan mengkritisinya dalam terang filsafat falsifikasi Karl Raimund Popper. Filsafat falsifikasi Popper ini menjadi landasan bagi penulis untuk membangun kritik dan evaluasi yang konstruktif bagi keberadaan Sonia FM dan masyarakat Sikka seluruhnya.
II. Sekelumit Tentang Karl Raimund Popper dan Filsafat Falsifikasinya.
2.1. Riwayat Hidup
Karl Raimund Popper adalah seorang filsuf kontemporer yang mempunyai karakter yang agak lain dari para filsuf kontemporer lainnya karena filsafatnya mempunyai corak filsafat aksi (philosophy of action). Ia lahir di Wina-Austria, 28 Juli 1902 dari keluarga kelas menengah. Kedua orang tuanya berketurunan Yahudi dan beragama Kristen. Ia dididik dalam nuansa didikan Lutheran dan disekolahkan di University of Vienna, dan mendapat gelar PhD dalam bidang filsafat pada tahun 1928, dan mulai mengajar matematika dan fisika pada sekolah menegah dari tahun 1930-1936.
Ayahnya, Dr. Simon Sigmund Carl Popper, seorang pengacara yang sangat berminat pada filsafat dan masalah-masalah sosial. Beliau juga seorang bibliofil yang memiliki 12.000-14.000 koleksi buku di perpustakaan pribadinya. Rupanya situasi keluarga dan minat ayahnya yang demikian amat mempengaruhi petualangan intelektualnya. Ia menjadi anak yang tenang dan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca. Karena kegemarannya membaca maka tidak heran jika ia menjadi anak yang pintar dan kemudian menjadi filsuf yang mempunyai kemampuan dan originalitas yang tinggi.
Popper adalah filsuf kontemporer yang mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam dunia ilmu pengetahuan. Melalui teori Filsafat falsifikasi ilmu pengetahuannya, ia memberikan pencerahan pada dunia ilmu pengetahuan yang pada masanya terkesan kaku dan tidak membangun. Untuk menjelaskan teorinya ini, ia menulis beberapa buku dan banyak artikel. Buku-bukunya yang berkaitan dengan pengetahuan adalah sebagai berikut: Logik der Forschung (The logic of Discovery) (1934), Conjectures and Refutation: The Growth of Scientific Knowledge (1963), Objective Knowledge: An Evolutionary Approach (1972). Namun, walaupun ia memiliki pengaruh yang besar pada bidang ilmu pengetahuan, ia juga mempunyai minat yang cukup tinggi pada bidang sosial dan politik. Bukunya yang paling menyinggung soal sosial dan politik ini adalah The Poverty of Historicism (1957) dan The Open Society and Its Enemies.
Minat politik Popper sudah mulai nampak sejak remaja. Awalnya Popper adalah seorang Marxis, dan oleh karena itu ia amat antusias dengan Social Democrat. Ia masuk dalam kelompok sayap kiri (left-wing). Namun ketika gejolak politik di Wina mulai memanas pada tahun 1930 dan oposisi kiri terhadap fasisisme hancur, Popper mulai menjadi lebih kritis terhadap Marxisme. Dalam bukunya, The Open Society and Its Enemies (Vol.II, pp. 164-165) Popper mengeritik Marxisme demikian:
Since the revolution was bound to come, fascism could only be one of the means of bringing it about; and it was more particularly so since the revolution was clearly long overdue. Russia had already had it in spite of its backward economic conditions. Only the vain hopes created by democracy were holding it back in the more advanced countries. Thus the destruction of democracy through the fascists could only promote the revolution by achieving the ultimate disillusionment of the workers in regard to democracy methods. With this, the radical wing of Marxism felt that it had discovered the “essence” and “the true historical role” of fascism. Fascism was, essentially, the last stand of bourgeoisie. Accordingly, the Communists did not fight when the fascists seized power. (Nobody expected the social democrats to fight). For the Communists were sure that the proletarian revolution was overdue and that the fascist interlude, necessary for its speeding up, could not last longer then a few months. Thus no action was required from the Communists. They were harmless. There was never a “communist danger” to the fascist conquest of power.
Kritik terhadap Marxisme akhirnya dikembangkan secara sistematis dalam bukunya The Open Society and Its Enemies. Memang bukan hanya Marxisme yang ditentang oleh Popper. Ada beberapa filsafat ortodoks yang dikritik oleh Popper seperti Positivisme Logis, Determinisme dan Filsafat Bahasa. Popper berargumen bahwa tidak ada subject matters, tetapi yang ada hanya problem dan keinginan kita untuk memecahkan problem itu. Popper katakan bahwa teori-teori ilmu pengetahuan tidak bisa diverifikasi secara total, mereka hanya bisa disangkal secara tentatif. Oleh karena itu, menurut Popper, filsafat yang paling baik ada filsafat yang senantiasa berada dalam problem dan usaha untuk memecahkan problem itu.
Oleh karena itu, berkaitan dengan kritik Popper terhadap Marxisme, Isaiah Berlin katakan bahwa Filsafat Popper adalah filsafat yang paling melahirkan penyangkalan yang mengancurkan terhadap Marxisme (the most devasting refutation of Marxism). Kemapanan Marxisme diganggu oleh Popper karena ia terlalu menekankan aspek ekonomi dan mengabaikan aspek lainnya yang juga mempunyai pengaruh fundamental bagi hidup manusia
Dalam perjalanan hidupnya, Popper pernah mengalami kekejaman dan keganasan Nazi. Oleh karena itu, pada tahun 1937, karena ancaman Nazi, Popper terpaksa beremigrasi ke New Zeeland. Di sana ia menjadi pengajar pada Canterbury University College New Zeeland. Di New Zeeland, ia tidak bertahan lama. Pada tahun 1946, ia pindah ke Inggris untuk berkarir sebagai pengamat dalam bidang logika dan metode ilmu pengetahuan pada London School of Economics, dan pada tahun 1949 ia ditunjuk menjadi profesor pada sekolah tersebut.
Popper adalah anggota dari Academy of Humanism, dan mengakui dirinya sebagai seorang agnostik yang senantiasa mengahargai ajaran-ajaran moral Yudaisme dan Kristianitas. Popper juga pernah menjadi presiden dari Aristotelian Society dari tahun 1958 sampai tahun 1959. Pada tahun 1965, dia diberi gelar bangsawan oleh ratu Elisabeth II. Dia juga dipilih menjadi seorang Fellow of the Royal Society pada tahun 1976. Sejak tahun 1969, dia pensiun dari dunia akademik, akan tetapi ia tetap menjadi seorang intelektual hingga akhir hayatnya
Sebagai seorang Filsuf yang berbakat Popper memenangi banyak penghargaan dalam bidangnya. Pada tahun 1982, Popper dianugerahi penghargaan Insignia of a Companion of Honour oleh Ratu Elisabeth II. Selain itu, ia juga memenangi beberapa penghargaan seperti: Lippincott Award of the American Politican Science Association, Sonning Prize, Felloship in the Royal Society, British Academy, London School of Economics, King’s College London, dan Darwin College Cambridge. Austria menganugerahi Popper Grand Decoration of Honour in Gold.
Pada tanggal 17 September 1994, Popper meninggal dunia. Setelah upacara kremasi, abu hasil kremasi jasad Popper (Popper Ashes) diambil dan dibawa ke Wina dan dikuburkan di pekuburan Lainz berdekatan dengan ORF Center, dimana istrinya yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya di Austria dikuburkan.
2.2. Secuil Tentang Filsafat Falsifikasi Popper (Popper’s Philosophy)
2.2.1. Filsafat Ilmu Pengetahuan (Philosophy of Science)
Popper adalah Filsuf kontemporer yang mempunyai sumbangan pemikiran yang sangat signifikan dalam merumuskan metode dan sistem pengetahuan manusia. Sebelum merumuskan esensi filsafat ilmu pengetahuannya, Popper mencoba untuk berbicara tentang masalah klasik yang cukup kontroversial pada masanya. Masalah klasik itu adalah masalah sumber pengetahuan (Sources of Knowledge) yang diwakili oleh dua aliran besar dalam sejarah filsafat pengetahuan yakni empirisisme dan rasionalisme.
Praksisnya kontroversi itu terjadi antara filsuf-filsuf Inggris -seperti Bacon, Locke, Berkeley, Hume dan Mill- dan filsuf daratan Continental -seperti Descartes, Spinoza dan Leibniz. Berhadapan dengan kontroversi tentang sumber pengetahuan ini maka Popper mencoba bertindak seperti Immanuel Kant untuk menjembatani keduanya. Popper berpendapat bahwa baik kaum rasionalis maupun kaum empiris sama-sama jatuh pada ekstrim yang membawa mereka pada kekeliruan. Menurutnya, baik penampakan empiris maupun kapasitas intelektual merupakan sumber pengetahuan. Sintesis antara yang empiris dan yang rasional akan melahirkan pengetahuan yang benar bagi manusia. Atas alasan itu maka Popper katakan demikian:
I shall try to show of the two schools of empiricism and rationalism that their differences are much smaller than their similarities, and that both are mistaken. I hold that they are mistaken although I am myself an empiricist and a rationalist of sorts. But I believe that, though observation and reason have each an important role to play, these roles hardly resemble those which their classical defenders attributed to them. More especially, I shall try to show that neither observation nor reason can be described as source of knowledge, in the sense of in which they have been claimed to be sources of knowledge, down to the present day.
Bagi Popper apa yang telah dibuat oleh para pemikir besar seperti Hume, Kant, Descartes, John Locke dan beberapa pemikir besar lainnya adalah suatu kekeliruan. Kalau kita mengamati secara sistematis dan teliti tentang diskursus sumber pengetahuan dalam sejarah ilmu pengetahuan maka kita akan menemukan bahwa kaum rasionalis memiliki pandangan yang jauh lebih radikal dan ekstrim dibandingkan dengan kaum empirisisme. Kaum rasionalis dengan penuh percaya diri bahwa sumber satu-satunya pengetahuan adalah ratio manusia. Karena sumber pengetahuan adalah ratio maka pengetahuan itu harus dicari dalam alam pikirian atau ratio itu (in the realm of the mind). Tidak ada sumber lain di luar ratio manusia. Semetara itu, kaum empiris memang percaya bahwa pengetahuan bersumber pada pengalaman empiris, namun mereka masih memberi ruang kepada kapasitas intelektual sebagai sumber pengetahuan seperti dalam praksis ilmu matematika.
Dalam kaitannya dengan Filsafat pengetahuan, Popper menolak metode Induksi karena ia menghasilkan kebenaran yang tidak valid secara logis. Mengapa kebenaran kesimpulan induktif umumnya tidak valid secara logis? Misalkan pristiwa A diikuti oleh pristiwa B pada suatu kesempatan. Dari pernyataan ini tidak bisa ditarik kesimpulan secara logis bahwa pristiwa A akan diikuti oleh pristiwa B pada kesempatan lain. Tetapi kalau ada fakta bahwa peristiwa A sering diikuti oleh peristiwa B, kita bisa tarik suatu kesimpulan bahwa peristiwa A selalu diikuti oleh pristiwa B adalah benar. Namun kesimpulan benar di sini tidak ditarik secara logis, melainkan secara psikologis. Atau bisa dikatakan bahwa hal itu adalah fakta psikologis bukan fakta logis.
Contoh lain, Matahari telah terbit pada hari-hari yang telah lewat, tidak berarti bahwa esok hari Matahari akan terbit. Mungkin melalui ilmu fisika mutakhir dapat diprediksi bahwa esok hari Matahari akan terbit seperti hari sebelumnya. Tetapi prediksi itu tidak otomatis benar, sebab alam mempunyai hukum yang misterius dan ilmu fisika itu memiliki keterbatasannya.
Popper menggantikan metode induktif dengan metode deduktif. Metode deduktif Popper amat berkaitan dengan proses falsifikasi. Suatu ilmu pengetahuan benar-benar disebut sebagai ilmu pengetahuan bila ia memiliki sifat patut disalahkan. Popper menegaskan bahwa ilmu pengetahuan baru disebut sebagai ilmu pengetahuan bila ia mempunyai karakter patut disalahkan. Pengetahauan yang sejati adalah pengetahuan yang selalu terbuka untuk disalahkan, dikoreksi dan diperbaiki. Setiap pengetahuan tidak selalu menampakkan diri dalam kenyataan yang benar secara absolut. Dan justru dengan proses falsifikasi ini pengetahuan semakin diperkaya dari waktu ke waktu. Pengetahuan tidak lahir dari sebuah pengulangan yang kaku akan teori yang telah ada, tetapi merupakan inovasi akan sesuatu yang baru yang dapat memperkaya pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itu, tanpa proses falsifikasi, pengetahuan tidak akan diperkaya dari waktu ke waktu.
2.2.2. Filsafat Politik (Political Philosophy)
Filsafat politik Karl Raimund Popper sesungguhnya lahir sebagai reaksi terhadap situasi sosio-politik yang ada pada zamannya. Dogmatisme Marxisme dan Positivisme menginspirasikannya untuk mencoba meracik sebuah mekanisme pemikiran baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan sosio-politik. Bagi Popper, dogmatisme adalah musuh dari usaha pencaharian terhadap kebenaran. Oleh karena itu, sistem politik yang bernuansa dogmatis sebagaimana yang menampakkan diri dalam struktur yang totalitarian dan otoritarian mesti ditolak. Sebab jika tidak maka suatu tatanan sosio-politik yang aman, damai dan harmonis tidak tercapai.
Dalam hukunya The Open Society and Its Enemies dan The Poverty of Historicism, Popper menjelaskan secara panjang lebar konsepnya tentang filsafat politik. Sesunggguhnya, konsep politik Popper tetap bertumpuh pada filsafat falsifikasi sebagaimana ada dalam penjelasannya tentang ilmu pengetahuan. Dengan menjadikan filsafat falsifikasi pengetahuannya sebagai basis analisa dalam filsafat politik, Popper sebenarnya mau menunjukkan bahwa epistemologi mempunyai pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sosio-politik.
Dalam uraian itu, Popper mengeritik tatanan dan birokrasi politik yang timpang. Menurut Popper, ketimpangan itu terjadi karena ada struktur pemerintahan yang totalitarianistis dan autoritarianistis yang cenderung bertindak sewenang-wenang baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam menjalankan roda kepemerintahan. Dalam sistem pemerintahan yang demikian, pemerintah cenderung bertindak irasional. Oleh karena itu, mereka cenderung menolak kritik publik dan otokritik yang rasional, yang amat urgen dalam sebuah pemerintahan dan proses politiknya.
Menurut Popper, irasionalitas politik adalah musuh terbesar dari rasionalitas politik, dan politik yang rasional sangat ditentukan oleh pemimpin yang rasional. Relasi antara pemimpin yang rasional dan politik yang rasional adalah relasi yang inhern dan tak terpisahkan. Namun, untuk memperoleh pemimpin yang rasional serentak pemimpin ideal bukanlah hal mudah, sebab manusia umumnya tidak suka dikritik dan lebih senang dipuja dan dipuji. Pemimpin yang rasional adalah pemimpin yang senantiasa membuka diri baik terhadap otokritik, maupun kritik publik yang konstruktif. Sebab, bagi Popper, setiap keputusan dan kebijakan yang lahir dari idealisme seorang pemimpin, termasuk pemimpin ideal, selalu menampakkan diri dalam wujud hipotesis yang selalu terbuka untuk dikritisi, dimodifikasi dan diperbaiki.
Secara garis besar pembicaraan Popper tentang filsafat politik dapat dibagikan ke dalam beberapa bagian, yakni masyarakat terbuka, masyarakat tertutup. Masyarakat terbuka adalah masyarakat yang senantiasa dijiwai oleh rasionalitas. Karena masyarakat terbuka senantiasa dijiwai oleh rasionalitas maka ia senantiasa membuka diri terhadap perubahan dan kemungkinan yang dimungkinkan oleh kritik yang rasional. Bagi masyarakat terbuka, dogmatisme adalah musuh yang mesti dilawan karena ia amat dekat dengan kediktatoran dan kesewenang-wenangan yang selalu menutup diri terhadap kritik.
Lebi lanjut, masyarakat terbuka adalah masyarakat ideal menurut Popper. Oleh karena itu keberadaannya dalam sebuah tatanan sosial adalah sebuah keniscayaan. Popper sendiri mengatakan bahwa sistem pemerintahan yang paling tepat adalah "demokrasi". Masyarakat terbuka disebut Popper sebagai demokrasi yang sesungguhnya. Namun masyarakat demokratis amat sulit ditemukan di negara mana pun di dunia ini, sekalipun negara bersangkutan mengklaim diri sebagai negara demokratis murni. Akan tetapi dengan mengatakan demikian tidak berarti masyarakat terbukat tidak bisa direalisasikan dalam kehidupan aktual manusia. Ia bisa direalisasikan tetapi butuh proses, perjuangan dan konsistensi yang teguh.
Sementara itu, masyrakat tertutup adalah musuh dari masyarakat terbuka. Kalau dalam masyararakat terbuka karakter sosial yang menonjol adalah karakter rasional, maka dalam masyarakat tertutup karakter irasionallah yang mendominasi kehidupan sosial. Karakter irasional inilah yang menyebabkan penguasa dan pemerintah bertindak sewenang-wenang, otortiter dan tidak bertanggung jawab. Hal ini dimungkinkan selain oleh tumpulnya otokritik para penguasa, juga disebabkan oleh lunturnya daya kritis masyarakat akibat kebodohan, keacuhan dan intimidasi dari penguasa.
III. Mengevaluasi Acara Gokil Sonia FM dalam Terang Filsafat
Falsifikasi Karl Raimund Popper
3.1. Sekelumit Tentang Gokil dan Sonia FM
Sonia FM adalah salah satu satisiun radio swasta milik Konggregasi religius SVD yang terletak di jalan Wairklau Maumere. Ia selalu on air setiap hari pada gelombang 102,9 MH mulai pukul 5.00 sampai 24.00 dengan jangkauan yang cukup jauh, bahkan hingga kabupaten Fkores Timur, Larantuka. Melaihat rentangan waktu on airnya, dapat dikatakan bahwa aktivitas Sonia FM cukup padat dengan berbagai acara yang dikemas secara menarik agar dapat menguasai massa.
Tak dapat disangkal bahwa aneka kemasan acara Sonia FM yang amat menarik telah menyedot perhatian publik Sikka dan sekitarnya. Banyak masyarakat Sikka yang berpartisipasi dalam setiap acara yang dikemas oleh Sonia FM. Dengan ini maka Sonia FM mampu bersaing dengan stasiun radio RSPD Sikka yang sudah eksis lebih lama di Sikka. Sementara itu, popularitas stasiun radio swasta yang lain yakni Rogate FM, Unipa FM dan Rama FM jauh berada di bawah Sonia FM.
Kalau ditilik dari fungsi sosialnya, sejauh ini, keberadaan Sonia FM amat membantu masyarakat Sikka dalam mengakses informasi lokal, nasional dan manca negara. Sonia FM juga menyediakan aneka hiburan berupa tembang manis yang direquest oleh para soniars via short massage service (SMS) atau telepon. Selain itu, Sonia FM memiliki peran pencerahan bagi masyarakat Sikka dengan menghadirkan tokoh intelektual untuk diwawancara dalam kaitan dengan masalah tertentu. Ia juga menyediakan acara bahasa Inggris yang amat menarik pada setiap hari jumat pada pukul 20.00 sampai 21.00 yang dipandu oleh Max dan seorang native speaker asal Inggris Theresa. Singkatnya, acara-acara yang disuguhkan oleh Sonia FM bagi masyarakat Sikka cukup baik dan diterima secara publik.
Namun, meskipun demikian ada satu acara yang disebut Gokil, yang menurut penulis tidak terlalu layak untuk disuguhkan bagi masyarakat Sikka. Sebenarnya, nama Gokil itu sendiri berhubungan dengan pemandunya yakni Luki yang berambut rasta panjang ala Bob Marley yang kelihatan amat dekil. Gokil merupakan kependekan dari Gondrong Dekil, yakni si Luki, sang pemandu.
Pertanyaanya, apa itu Gokil? Gokil adalah acara yang mengundang para soniars berpartisipasi via SMS. Bentuk partisipasi itu adalah dengan mengirim SMS yang berbau cerita lucu. Namun sejauh ini, cerita lucu yang dikemas selalu bernuansa porno yang menggelikan sehingga bisa membangkitkan nafsu seksual dan rasa lucu. Dan Nuansa pornografai yang dibawa oleh Gokil ini sungguh bertentangan dengan kebudayaan masyarakat Sikka itu sendiri yang sangat menghargai seksualitas manusia.
Sesungguhnya, pornografi yang ditampilkan oleh Sonia FM melalui acara Gokil dapat membawa pengaruh negatif bagi masyarakat Sikka itu sendiri. Sebab, pada galibnya, media komunikasi seperti radio memiliki pengaruh sosial yang sangat tinggi. Bagi soniars yang aktif mengikuti acara ini setiap hari, pola pikir mereka akan dipengaruhi oleh acara ini. Mereka melihat bahwa seksualitas manusia sebagai obyek lelucon yang tidak perlu dihargai. Inilah dampak destruktif. Dan adanya factum akan dampak destruktif yang disebabkan oleh acara Gokil ini, maka acara ini perlu dikoreksi dan dibenahi kembali agar lebih cocok dan sesuai dengan budaya setempat sehingga dapat membawa kebaikan dan keharmonisan sosial.
3.2. Mengevaluasi Acara Gokil Sonia FM dalam Terang Filsafat
Falsifikasi Karl Raimund Popper
Radio adalah media komunikasi massa yang bersifat elektronik yang amat penting bagi kehidupan sosial. Ia selalu menyajikan berita, informasi dan hiburan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Berita yang diekspos adalah berita tentang realitas masyarakat yang terjadi setiap hari. Namun, dewasa ini fungsi Radio tidak sebatas menginformasikan berita-berita aktual. Radio juga memiliki fungsi lain, seperti fungsi kontrol politis dan perannya sebagai media yang mensosialisasikan pelbagai aturan normatif, pengetahuan, agama, politik, budaya dan ekonomi.
Dalam kehidupan sosial-politis, seperti di Indonesia, Radio juga memililiki peranan yang sangat urgen sebagaimana yang dijelaskan tadi. Ia dapat dijadikan sebagai katalisator dalam memperlancar proses politik, memberikan sosialisasi dan pendidikan kultural dan politik kepada masyarakat umum. Sosialisasi dan pendidikan seperti ini penting karena dengan demikian masyarakat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang budaya dan politik, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan apa yang ia ketahui.
Selain itu, Radio dapat berfungsi sebagai pengontrol terhadap tindakan penguasa. Ia dapat memberikan kritik yang konstruktif sebagaimana yang dimaksudkan oleh Popper. Namun, untuk menjalankan fungsi ini, Radio perlu menjaga independesi dan obyektivitasnya agar ia tidak menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan penguasa semata. Ia harus senantiasa independen dari pengaruh penguasa. Selain itu, Ia perlu juga menghindari konflik kepentingan (conflict of interests) dengan tetap menjaga prinsip etika penyiaran yang berlaku. Otonomitas Radio ini sangat diperlukan agar daya kritis dan peran kontrol dapat berfungsi secara optimal.
Namun, dalam kenyataan faktual, Radio terkadang tidak menjalankan perannya dengan baik. Justru kehadiran membawa dampak negatif bagi kehidupan sosial. Hal ini ditunjukkan oleh radio Sonia FM dalam acara Gokilnya. Oleh karena itu, hal ini mesti dikoreksi secara konstruktif sebagaimana dalam logika filsafat falsifikasi Popper.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa filsafat falsifikasi Popper amat menekankan unsur kritik. Atau dengan kata lain, kritik menjadi intisari dari filsafat Popper itu sendiri. Bagi Popper, segala sesuatu yang ada di dunia ini senantiasa bersifat sementara. Kebenaran di dunia itu juga bersifat sementara, dan karena itu ia senantiasa terbuka terhadapa proses falsifikasi. Semua manusia bukan pemilik kebenaran, tetapi pencari kebenaran yang tidak memiliki kata final. Proses falsifikasi itu memiliki intensi luhur agar manusia dapat menggapai kebenaran yang sejati.
Acara Gokil yang disuguhkan oleh Sonia FM bukanlah kenyataan yang tanpa cacat. Kehadirannya bukan kehadiran yang benar secara absolut. Ia tidak sempurna sepenuhnya. Oleh karena itu, ia mesti senantiasa membuka diri terhadap kriti, baik otokritik maupun kritik publik. Otokritik itu dapat dilakukan oleh pegawai Sonia FM itu sendiri, sedangkan kritik publik itu dapat dilakukan oleh semua masyarakat, khususnya masyarakat Sikka.
Proses falsifikasi diri seperti di atas, dalam hal ini Sonia FM, mesti dilakukan karena memang media komunikasi seperti radio memiliki dampak sosial yang cukup signifikan bagi masyarakat. Jika tidak ada proses kritik atau falsifikasi maka bahaya sosial akan mengacam masyarakat bila penyiaran radio itu sudah berada di luar jalur etika penyiaran yang benar sebagaimana Sonia FM itu sendiri. Namun, agar hasil maksimal dapat tercapai maka proses falsifikasi itu mesti dilakukan secara terus menerus.
Sejalan dengan pandangan Popper itu, G. Chester dalam bukunya Television and Radio katakan bahwa media komunikasi seperti radio itu memiliki pengaruh sosial yang sangat tinggi karena itu ia mesti membenah diri agar kehadirannya dapat membawa dampak positif bagi kehidupan sosial. Chester menandaskan demikian:
The social effects of radio are many and varied. For one thing, radio influences our daily living. Listeners are perceptibly and imperceptibly affected by the programs they hear each day. That is way radio stations should adjust their self, so that what they do is useful for the society itself.
Bagi Chester, stasiun radio yang baik adalah stasiun radio yang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Tapi yang dimaksudkan dengan “penyesuaian” di sini adalah bahwa stasiun radio mesti melihat apakah aktivitasnya sesuai dengan tuntutan kemanusiaan atau tidak. Jika aktivitasnya bertentangan dengan kemanusiaan manusia maka ia mesti segera memperbaiki diri agar keberadaannya menjadi sumbangan yang berharga bagi masyarakat pendengarnya.
Namun semua itu akan dapat tercapai bila ada kerja keras dan latihan yang terus menerus. No Shame in Learning. Tidak boleh ada kata malu dalam belajar. Latihan bisa membuat penampilan sebuah stasiun radio bisa diterima secara sosial. Tanpa latihan, penampilan sebua stasiun radio bisa menggangu panorama sosial.
Berdasarkan uraian di atas maka Sonia FM sebagai satu stasiun radio di Sikka mesti berani utuk belajar dan membenah diri. Ia mesti siap untuk memfalsifikasi diri demi perkembangannya dan kemajuan masyarakat itu sendiri teristimewa masyrakat Sikka. Acara Gokil yang disiarkan oleh Sonia FM perlu dilihat dan dikaji kembali secara saksama. Sebab, dalam acara Gokil ada hal-hal negatif yang ditimbulkan yang dapat mengganggu panorama sosial. Acara Gokil menjadikan seksualitas manusia sebagai obyek lelucon yang menggelikan. Seksualitas manusia semestinya dihargai karena ia merupakan anugerah terindah dari Tuhan yang mesti dihargai dan dihormati.
Ada pun beberapa ekses negatif yang ditimbulkan oleh acara Gokil di Sonia FM. Pertama, acara Gokil dalam hal ini sudah menjadikan seksualitas manusia sebagai obyek untuk ditertawakan. Seksualitas manusia semestinya dihargai dan dihormati karena ia merupakan anugerah Tuhan yang terindah. Menghargai seksualitas bukan berarti kita tidak boleh membicarakan sekualitas. Atau kita mentabukan seksualitas. Seksualitas manusia bukanlah sesuatu yang tabu karena itu ia bisa dibicarakan. Pembicaraan tentang seksualitas manusia dapat dibuat dengan cara-cara yang manusiawi, bukan seperti pembicaraan dalam acara Gokil yang justru mengobyekkan dan merendahkan seksualitas manusia. Seksualitas manusia dijadikan obyek tertawaan yang dikemas dalam pesan pendek yang lucu dan menggelikan via SMS.
Kedua, acara Gokil itu sendiri sama sekali tidak mendidik anak-anak yang masih di bawah umur, yang masih awam dengan seksualitas itu sendiri. Cerita-cerita porno yang menggelikan itu dapat mempengaruhi pola tingkah laku anak-anak di bawah umur dalam kehidupan setiap hari. Mereka akan cenderung untuk berkata tidak sopan dan tidak menghargai seksualitas manusia karena yang mereka tahu dari acara Gokil seksualitas manusia itu hanyalah obyek lelucon yang memalukan. Anak-anak memiliki budaya meniru yang amat tinggi karena itu apa yang mereka dengar dari Gokil akan mereka praktekan dalam kehidupan mereka setiap hari. Apalagi, acara Gokil itu terjadi pada jam aktif anak-anak, sehingga mudah dikosumsi oleh anak-anak.
Ketiga, acara Gokil menyediakan kesempatan bagi remaja yang sedang mencari jati diri dan identitasnya untuk berbicara tentang seksualitas secara tidak sopan dengan mengirim SMS porno. Pada masa remaja semestinya remaja diberi bekal yang cukup untuk mengetahui seksualitasnya secara baik dan benar. Sebab dengan pengetahuan yang memadai tentang seksualitasnya sendiri maka seorang remaja akan lebih mampu untuk menghargai seksualitas orang lain.
Keempat, acara Gokil sesungguhnya bertentangan selain dengan budaya Sikka tetapi juga dengan ajaran iman orang Sikka, yakni iman Katolik. Memang ada orang Sikka yang tidak beragama katolik, tetapi mayoritas orang Sikka beragama Katolik. Menurut ajara iman Katolik, tubuh adalah kenisah Roh Kudus. Oleh karena itu, ia mesti dihormati. Pornografi dalam acara Gokil adalah bentuk perendahan martabat tubuh manusia sebagai kenisah Roh Kudus.
Dalam dokumen resmi tentang komunikasi sosial yang dikeluarkan oleh Tata Suci Gereja Katolik, yakni tentang Violence and Sex in Media, mengatakan bahwa pornogfrafi dalam media adalah aksi kekerasan. Oleh karena itu, ia mesti dihindari, dicegah dan dilarang. Pornografi dalam media merupakan suatu pelanggaran yang mengurangi arti pribadi manusia dan tubuh manusia menjadi suatu obyek yang anonim yang disalahgunakan dengan tujuan untuk memuaskan hawa nafsu. Oleh akrena itu, berdasarkan pejelasan ini maka apa yang dibuat oleh Gokil sebenarnya bertentangan dengan aturan normatif Gereja Katolik. Dan hal ini sangat ironis dan perlu disayangkan. Apalagi stasiun radio Sonia FM adalah milik SVD, sebuah tarekat religius yang sudah sejak lama menanam benih iman Katolik di Sikka.
Berkaitan dengan dampak destruktif yang ditampilkan oleh Sonia FM melalui acara Gokil sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka filsafat falsifkasi Popper dapat memainkan peran agar bahaya negatif dapat diantisipasi. Ada pun bebarapa hal yang bisa di sumbangkan oleh filsafat falsifikasi Popper dalam kaitannya dengan realitas yang ditampilkan oleh Gokil.
Pertama, filasafat Popper mengajarkan agar kita senantiasa membuka diri terhadap kritik demi mencapai kebenaran dan kebaikan bersama (bonum commune). Oleh karena itu, Sonia FM dalam hal ini mesti berani untuk menerima kritik, baik otokritik maupun kritik publik. Masyarakat Sikka sendiri mesti berani melakukan kritik publik. Melalui kritik seperti ini, acara Gokil dapat dikemas dan dipoles kembali sedemikian rupa agar membawa kebaikan bagi masyrakat pada umumnya dan masyrakat Sikka pada khususnya.
Kedua, filsafat Popper juga mengajar kita untuk senantiasa bersifat kritis terhadap realitas. Berhadapan dengan acara Gokil, filsafat Popper mengajak kita untuk bersikap kritis. Kalau kita bersikap kritis maka kita tidak mungkin berpartisipasi via SMS dalam acara Gokil. Acara Gokil sesungguhnya tidak memiliki sumbangan konstruktif bagi hidup kita khusnya para remaja. Dan sesungguhnya, tanpa partisipasi seluruh masyarakat Sikka dalam acara Gokil maka acara Gokil itu tidak hidup dan berkembang.
1V. Postwacana
Keberadaan sebuah media komuniksi seperti radio sangat bermanfaat bagi masyarakat. Ia dapat memberikan informasi aktual, pencerahan dan pendidikan bagi para pendengar. Oleh karena itu, ia dapat dikatakan sebagai ‘api’ yang membawa terang bagi kehidupan sosial masyarakat.
Namun dalam kenyataan faktual, sering ditemukan aneka ketimpangan yang ditimbulkan oleh media komunikasi seperti radio. Radio di satu sisi ia membawa dampak positif, tetapi terkadang di sisi lain ia juga membawa dampak negatif. Kenyataan seperti ini kita temukan juga pada stasiun radio Sonia FM Maumere dalam acara Gokil yang secara terang-terangan mrendahkan seksualitas manusia.
Akan tetapi, agar stasiun radio seperti Sonia FM dapat selalu memberikan yang terbaik bagi masyarakat Sikka maka filsafat falsifikasi Karl Popper dapat memainkan peran yang signifikan. Filsafat Popper mengajarkan agar kita senantiasa bersikap kritis, berani untuk mengeritik diri sendiri (otokritik) dan berani untuk menerima kritik dari orang lain (kritik publik). Hanya melalui dua jenis kritik seperti ini Sonia FM dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat Sikka.
Komentar