PERAN PERS MENCIPTAKAN POLITIK BERSIH DALAM GELANGGANG PERPOLITIKAN INDONESIA

Sebuah Dialektika Pemikiran Jacques Maritain Tentang Peranan Pers Katolik

By: Emilianus Yakob Sese T.


I. Pendahuluan
Jacques Maritain adalah seorang pemikir Kristen-Katolik. Melalui sebuah refleksi ilmiah yang ketat, ia akhirnya melahirkan aneka pemikiran yang menggugah dunia. Salah satu pemikiran yang menarik adalah pemikirannya tentang keberadaan sebuah pers dalam suatu gelanggang perpolitikan. Namun pers yang dimaksudkan oleh Maritain adalah pers Katolik, yang sungguh diinspirir oleh ajaran dan nilai-nilai Kristiani.
Di Indonesia terdapat cukup banyak pers Katolik, dan kehadiran mereka bisa membawa sumbangan tersendiri. Namun agar kehadirannya sungguh membawa kontribusi-konstruktif ia harus tetap membiarkan dirinya diinspirir oleh nilai-nilai Kristiani yang universal sifatnya. Ia harus menampilkan independesi, obyektivitas dan netralitas-konstruktif dalam membangun atmosfer perpolitikan yang baik. Dan untuk menggapai titik sasar yang maha luhur ini pemikiran Maritain tentang pers terasa masih sangat aktual.

II. Sekilas Tentang Pers Dan Politik
2.1. Pers dan Politik
2.1.1. Pengertian Pers
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pers diartikan sebagai surat kabar dan majalah yang berisi tentang berita. Berita yang diekspos adalah berita tentang realitas masyarakat yang terjadi setiap hari. Karena itulah pers tidak hanya bergelut dengan berita-berita sosial, ia juga memiliki peran sebagai media yang mensosialisasikan pelbagai aturan normatif, pengetahuan, agama, politik, budaya dan ekonomi.
Dari pengertian di atas dapat dilihat distingsi yang jelas antara media massa dan pers. Pers adalah bagian dari media massa, sedangkan media massa senantiasa merangkum dalam dirinya media cetak, media visual dan audio-visual. Memang dalam kehidupan sehari-hari terlihat masih ada kerancuan dalam menggunakan terminologi pers dan media masa.
2.1.2. Pengertian Politik
Berbicara mengenai politik, erat sekali korelasinya dengan Polis dalam tradisi Yunani. Polis yang berarti negara kota adalah sebuah nama yang dilahirkan Plato (427-347) ketika keadilan terbelenggu oleh ambisi arogansi penguasa Athena. Pada zaman Yunani klasik Polis sering disandingkan dengan kata techne yang berarti teknik atau seni. Jadi secara etimologis politik (politeke) diartikan sebagai seni mengatur dan mengurus negara demi mencapai bonum commune.
Sedangkan Badudu-Zain dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan politik sebagai suatu urusan ketatanegaraan yang menyangkut pengaturan pemerintahan yang di dalamnya termasuk sistem, kebijaksanaan serta siasat baik untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat (bonum commune).

2.2. Hubungan Politik dan Pers
Dari beberapa definisi di atas jelas bagi kita bahwa politik selalu dan senantiasa berhubungan dengan suatu tatanan hidup masyarakat dalam suatu Polis. Itu berarti politik selalu berhubungan dengan masyarakat. Dalam konteks ini pers dapat menampakkan dan memainkan perannya. Pers memililiki peranan yang sangat urgen dalam kehidupan perpolitikan masyarakat. Pers dapat dijadikan sebagai katalisator dalam memperlancar proses politik dalam sebuah negara.
Di sini jelas bahwa peran pers dalam gelanggang perpolitikan adalah untuk memberikan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat umum. Sosialisasi dan pendidikan politik ini penting karena dengan demikian masyarakat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang politik, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan apa yang ia ketahui.
Selain itu, pers dapat berfungsi sebagai pengontrol terhadap tindakan penguasa. Untuk menjalankan fungsi ini pers perlu menjaga independesi dan obyektivitasnya agar ia tidak menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan penguasa semata. Ia harus senantiasa independen dari pengaruh penguasa. Hal ini perlu agar pers dapat menjalankan fungsi kontrol secara maksimal.

III. Peran Pers dalam Politik Menurut Jacques Maritain
3.1. Kegiatan Politik Menurut Jacques Maritain
Jacques Maritain adalah seorang pemikir Kristen-Katolik. Oleh karena itu, segala pemikirannya selalu dibangun atas dasar ajaran dan nilai-nilai Kristiani. Dalam petualangan intelektualnya, ia akhirnya berhasil menelurkan sebuah pemikiran tentang politik yang bernafaskan ajaran dan nilai-nilai Kristiani. Ia sangat yakin bahwa politik yang diinspirir oleh nilai-nilai Kristiani dapat menciptakan suatu tatanan hidup masyarakat yang adil dan damai.
Ideal dari ulasan Maritain tentang politik adalah untuk menciptakan suatu masyarakat baru, yakni masyarakat yang selalu menghargai humanisme integral sebagai hukum tertinggi. Humanisme integral menurut Maritain adalah sebuah upaya penyelamatan sintese yang fundamental di mana sebuah kebenaran telah diafirmasi oleh humanisme sosial yang membentuk satu kesatuan yang vital dengan kebenaran-kebenaran Kristen.
Dalam hal ini, Maritain mengungkapkan pertimbangan peran orang kristen untuk mengubah suatu tatanan sosial. Namun untuk merealisasi proyek ini Maritain melihat bahwa ada hubungan yang erat antara yang spiritual-rohaniah dan sekular-duniawi. Yang spiritual-rohaniah menginsprir masyarakat untuk menciptakan dunia sekular yang memungkinkan terrealisirnya bonum commune. Sebab menurut Maritain masyarakat yang memiliki jiwa spiritual yang baik akan bertindak secara baik pula. Dan Maritain sadar bahwa jiwa spiritual yang baik lahir dari nilai-nilai dan ajaran Kristiani.
Dari uraian Maritain di atas dapat dilihat relasi resiprokal antara nilai-nilai Kristiani dan politik. Keduanya berpengaruh secara mutualis, sambil mempertahankan identitasnya masing-masing. Nilai-nilai Kristiani memiliki dimensi politik, dalam arti bahwa dapat diaplikasikan dalam kehidupan berpolitik. Nilai-nilai Kristiani dapat memberikan nilai tambah dalam refleksi politis berupa motivasi dan makna dalam keterlibatan sosial politik. Di tengah dunia yang penuh konflik-tragis, nilai-nilai Kritiani dapat membiaskan harapannya yang memberikan inspirasi dan semangat pada perjuangan untuk menciptakan keadilan sosial dalam proses politis.
Namun relasi implikatif antara keduanya tidak bersifat reduktif. Politik bukanlan satu-satunya bidang di mana nilai-nilai Kristiani dapat berperan. Nilai-nilai Kristiani dapat diwujud-nyatakan melalui kegiatan lain di luar politik.
Dari uraian terdahulu, khususnya konsep Maritain tentang nilai-nilai Kristiani dan tindakan politis dapat disimpulkan tiga hal berikut: Pertama, nilai-nilai Kristiani memiliki dimensi politik. Karena itu, setiap tindakan yang memprivatkan nilai-nilai kristiani kepada sekadar tanggung jawab individu bertentangan dengan semangat nilai-nilai Kristiani itu sendiri yang membutuhkan praksis keluar. Nilai-nilai Kristiani pada dasarnya bukan sekadar urusan pribadi/privat melainkan berdimensi politis-praksis.
Kedua, refleksi tentang nilai-nilai Kristiani dan politik yang implikatif berpijak pada kesadaran tentang pentingnya nilai praksis. Nilai-nilai Kristiani perlu dipraksiskan demi pembaharuan dan perbaikan dunia. Nilai-nilai Kristiani tanpa praksis adalah mati. Salah satu perwujudannya adalah bidang politik. Sebab agama Kristen bukanlah sekedar agama gnosis (ilmu, pemahaman teoritis) melainkan juga dan terutama adalah agama praksis. Ia tidak hanya bergulat dengan konsep-konsep kebenaran (verum, veritas) tetapi perlu bergulat dalam praksis demi terwujudnya kebaikan (bonum, bonitas).
Ketiga, nilai-nilai Kristiani bersifat kritis-transforamatis. Ia hadir untuk mentransformasikan realitas dan tidak sekadar reformasi yang dilatarbelakangi oleh nostalgia masa silam. Dalam dunia dewasa ini, peran nilai-nilai Kristen, seperti yang diungkapkan Maritain, penting dalam memberikan transformasi terhadap realitas politik yang tidak becus.

3.2. Pandangan Tentang Pers Katolik Maritain
3.2.1. Problem Pers Katolik
Menurut Maritain, pers mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan sosial politik. Pers dapat memberikan sosialisasi nilai-nilai konstruktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pers dapat memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang memadai tentang politik.
Dalam ulasannya tentang pers, Maritain berbicara tentang peranan pers katolik. Menurutnya majalah katolik berperan untuk mensosialisasikan nilai-nilai spiritual Kristiani. Hal ini perlu dibuat agar masyarakat dapat membuat distingsi yang jelas antara yang spritual dan yang temporal.
Namun kadang-kadang, menurut Maritain, ada bahaya bahwa majalah Kristen, dalam memberikan sosialisasi pendidikan politik dan nilai-nilai spiritual, terkadang cenderung mendukung partai politik. Misalnya, pers di Prancis yang mendukung kasus Dreyfus. Untuk menghindari bahaya ini Maritain menganjurkan agar orang bersifat abstain terhadap hal-hal temporal dan berusaha terus untuk selalu mengarahkan diri pada bidang spiritual.

3.3.2. Dua Jenis Majalah Katolik
Maritain membagi dua jenis pers Katolik. Pertama, pers Katolik yang bernuansa rohani-spritual. Pers Katolik jenis ini hanya mengulas hal-hal rohani-spiritual. Pers ini mencoba untuk mensosialisasikan doktrin yang lazim dalam Gereja, nilai-nilai praktikal dan spekulatif Kristiani agar orang Kristen dapat memperoleh pengetahuan tentang yang spiritual di tengah dunia yang temporal.
Kedua, pers Katolik yang bernuansa politik-kultural. Dalam pers Katolik jenis ini akan diulas tentang hal-hal yang murni temporal. Ia mencoba bergelut dalan ruang sosial-kutural dan politik untuk kesejahteraan masyarakat umum. Secara intrinsik, prinsip-prinsip Kristen tetap menginspirasi. Dalam hal ini, pers Katolik yang bernuansa politik-kultural tidak hanya bekerja demi kepentingan religius dan kebajikan Gereja tetapi juga ia bekerja demi kesejahateraan duniawi masyarakat dan seluruh peradabannya.

3.3.3. Independesi dan Obyektivitas dan Fungsi Pers Katolik
Maritain menekankan independensi dan obyektivitas pers Katolik dalam menjalankan fungsinya. Pers Katolik harus berfungsi sebagai sarana pendidik politik yang baik, dengan tetap menjaga independesi dan sikap kritis, dan tidak terjebak pada kepentingan tertentu yang destruktif sifatnya. Dengan ini pers perlu menghindari konflik kepentingan (conflict of interest) dengan tetap menjaga prinsip etika jurnalisme yang berlaku.
Oleh karena tujuan ini, Maritain menganjurkan agar pers Katolik memilih posisi yang tepat. Untuk itu, pers Katolik harus selalu dan senantiasa membuat diferensiasi antara yang spritual dan yang temporal. Hal-hal yang melulu temporal sesungguhnya dapat membawa pers Katolik untuk bergerak dalam dinamika yang sekular dan destruktif.
Namun yang dimaksud dengan pers Katolik menurut Maritain tidak terbatas pada majalah mingguan religius dan buletin-buletin keuskupan. Oleh karena itu Maritain membuat dua macam pers Katolik yakni, pers Katolik yang benuansa rohani-spiritual dan pers Katolik yang bersifat politik-kultural. Keduanya harus bergerak dalam ruang dan semangat yang sama karena keduanya mempunyai titik tuju yang sama yakni untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman dan damai. Untuk mencapai tujuan ini, keduanya harus senantiasa memancarkan pesona integritas dan kejujuran sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Kristiani.


VI. Peran Pers Katolik di Tengah Gelanggang Politik Indonesia dalam Terang
Pemikiran Jacques Maritain

4.1. Awal Kebebasan Pers di Indonesia
Pers di Indonesia sudah muncul sejak awal abad ke 20. Namun pada masa ini pers masih berkembang secara sporadis dan bersifat golongan. Hal ini disebabkan oleh struktur masyarakat yang terdiri dari beberapa golongan penduduk. Ada suku-suku India, Tionghoa, Belanda dan beberapa suku lain yang tersebar di seluruh nusantara.
Pada masa ini, pers berkembang cukup baik. Namun peran pers pada saat ini lebih difokuskan untuk memenuhi kepentingan golongan tertentu khususnya kepentingan perdagangan, kecuali pers Indonesia yang dijadikan sebagai alat perjuangan politik. Oleh karena itu, pada saat ini ada pers Belanda, pers Melayu-Tionghoa, pers Indonesia.
Sedangkan pada masa Soekarno, ia menjadikan pers sebagai sarana revolusi. Hasilnya justru kebebasan pers dibelenggu dan dimanipulasi demi kepentingan penguasa. Soeharto yang diharapkan untuk mengangkat kembali kebebasan pers, justru membatasi kebebasan pers. Pada masa Orba banyak surat kabar yang dibredel oleh pemerintah. Sedangkan pada masa reformasi hingga kini kebebasan pers semakin dihargai dan dihomati.
Sejak Indonesia berdiri sebagai negara kesatuan, ada aneka undang-undang tentang pers. Undang-undang ini berfungsi sebagai pengatur dan pelindung terhadap gerak dan kebebasan pers. Namun tidak sedikit juga undang-undang pers yang justru membatasi kebebasan pers. UU Pers No. 40/1999 adalah undang-undang yang sangat menghormati kebebasan pers. Undang-undang ini mengamanatkan bahwa pers adalah suatu hak yang bersumber pada kedaulatan rakyat.
Dengan adanya undang-undang ini, izin penerbitan pers tidak dipersulit sebagaimana yang terjadi pada pemerintahan Soeharto. Pembredelan pers oleh pemerintah tidak lagi terjadi. Pers tidak lagi dikendalikan oleh pemerintah. Kebebasan dan kreativitas pers semakin sungguh dihargai. Terbentuknya Undang-undang ini berawal dari langkah dadakan Presiden Abdulrahman Wahid pada Oktober 1999 dengan menghapus keberadaan Depertemen Penerangan dalam jajaran Kabinet Persatuan Nasional. Dengan dihapusnya keberadaan Depertemen Penerangan maka kebebebasan dan demokratisasi pers di Indonesia semakin dihargai.
4.2. Peran Pers Katolik dalam Gelanggang Politik Indonesia dalam Terang
Pemikiran Jacques Maritain

Setelah berbicara secara khusus gagasan Maritain tentang Pers Katolik, maka di sini akan diuraikan secara khusus tentang peran pers Katolik dalam gelanggang politik Indonesia.
Berdasarkan sejarah perkembangan pers di Indonesia, pers mempunyai peran yang sangat penting dalam proses politik. Pada masa sebelum kemerdekaan, pers sudah berperan penting sebagai sarana untuk mempercepat proses politik untuk mencapai kemerdekaan. Sejak masa pemerintahan Soekarno hingga akhir kekuasaan Soeharto, pers mempuyai peran yang sangat penting sebagai katalisator proses politik. Tapi terkadang pers selalu berada di bawa bayang-bayang penguasa. Karena pers mudah terkooptasi oleh kepentingan penguasa, maka daya kritis dan kontrol pers terhadap proses politik yang dijalankan oleh pemerintah tidak berfungsi.
Tapi sejak menginjak era reformasi, pers sudah semakin menunjukkan hakekat keberadaanya yang sebenarnya. Apa lagi setelah kebebasan pers dijamin oleh UUD 1945 pasal 28 F dan UU No. 40/tahun 1999 tentang pers. Dengan kemerdekaan pers yang dijamin ini, pers nasional dapat lebih kuat menjadi pilar demokrasi dalam gelanggang politik Indonesia di samping lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif. Namun atmosfer kebebasan pers ini mesti diikuti dengan tumbuhnya pers yang profesional. Pers yang profesional dalam gelanggang politik adalah pers yang bertanggung jawab kepada masyarakat yang memiliki hak untuk mendapat sosialisasi dan informasi yang benar.
Pandangan Maritain tentang pers berawal dari latar belakang kultur politik yang cendrung menguasai dan mengontrol kerja pers. Khususnya di Prancis, saat itu pers Katolik Prancis dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan kepentingan penguasa. Oleh karena itu, ia mencoba menganjurkan agar pers Katolik harus mengaktualisasikan diri dengan nilai-nilai Kristiani. Nilai-nilai Kristiani akan menginspirir sepak terjang pers Katolik dalam aksi praksisnya di bidang politik. Di Indonesia kenyataan bahwa politik cendrung menguasai pers bukan hal baru. Bahkan pers dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan penguasa. Oleh karena itu, pemikiran Maritain masih terasa aktual dengan keadaan politik Indonesia khususnya dalam hubungannya dengan pers Katolik.
Di Indonesia dewasa ini, pers Katolik, baik yang bernuansa rohaniah-spritual maupun yang bersifat politik-kultural, berkembang pesat, baik dalam skala lokal maupun dalam skala nasional. Bahkan ada pers Katolik yang menguasai pers-pers lainnya. Sebagai misal, Majalah Kompas.
Berdasarkan kenyataan bahwa pers Katolik berkembang sangat baik di Indonesia, maka ia perlu berkembang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani seperti yang telah dianjurkan oleh Maritain. Menurut Maritain pers Katolik tidak saja bergelut soal yang spiriatual saja tetapi ia juga perlu bergelut degan hal-hal sekular. Oleh karena itu, meskipun pers Katolik yang bernuasa politik-kultural (bukan rohaniah-spiritual) harus berani menampakkan nilai-nilai Kristiani yang universal sifatnya. Oleh karena itu, pers Katolik harus berfungsi sebagai media yang digunakan untuk memberikan pendidikan politik dan mensosialisasikan nilai-nilai Kristiani yang universal sifatnya ke dalam politik sembari tidak mengabaikan sikap independen dan obyektivitas.
Pers Katolik harus memainkan peran kontrolnya terhadap proses politik. Untuk mewujudkan hal ini pers Katolik sebagai suatu institusi harus menjaga otonomitas diri. Pers Katolik harus senantiasa menyadari otonomi dirinya sebagai yang berbeda dengan politik, tetapi mempunyai titik sasar yang sama yakni kesejahteraan manusia. Otonomitas pers ini sangat diperlukan agar daya kritis dan peran kontrol dapat berfungsi secara optimal.
Dari penjelasan di atas semakin jelas bahwa pers Katolik mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan proses politk. Dengan bernafaskan nilai-nilai Kristiani yang universal sifatnya, pers Katolik di Indonesia dapat memberikan kontribusi bagi terciptanya suatu tatanan politik yang adil dan damai demi terwujudnya kesejahteraan semua masyarakat Indonesia.


V. Penutup
Pers dan politik pada hakekatnya memiliki relasi yang sangat erat dan penting. Disebut penting karena pers memiliki dimesi politik. Pada titik ini, Maritain telah membuka sebuah jalan bagi kita untuk menjadikan pers, khususnya pers Katolik yang diinspirir oleh ajaran dan nilai-nilai Kristiani, untuk senantiasa menyadari keberadaanya dalam gelanggang politik. Ia seharusnya dapat memberikan sosialisasi, pendidikan politik dan melaksanakan fungsi kontrol terhadap kinerja pemerintah yang independen dan obyektif. Hal ini penting agar bonum commune dapat terealisir dalam masyarakat Indonesia.
Berhadapan dengan kenyataan bahwa keberadaan pers senantiasa di bawah bayang-bayang penguasa, pers Katolik di Indonesia harus berani tampil beda dengan berpegang pada pemikiran-pemikiran Maritain. Pers Katolik Indonesia harus berani menampikan nilai-nilai Kristiani yang universal dalam gelanggang politik yang cendrung menindas dan memanipulasi keberadaan dan kerja pers demi memenuhi kebutuhan pribadi dan golongan penguasa sendiri.
Akhirnya, amatlah mengagumkan kalau pers Katolik Indonesia sembari berpegang pada pemikiran konstruktif Maritain di atas, ia menjadikan doa Santo Fransiskus Asisi sebagai orientasi dalam kegiatan persnya dan kenapa tidak menjadi cita-citanya:
Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai.
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan.
Bila terjadi perselisihan, jadikalah aku pembawa kerukunan.
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi keputusasaan, jadikalah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kegelapan, jadikalah aku pembawa terang.
Bila terjadi kesedihan, jadikalah aku pembawa sukacita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MALAM ITU

Mari Mengenang Marianus Sae: Antisipasi Terhadap “Pilkada Borjuis” di NTT

Sumbangan Filsafat Falsifikasi Karl Raimund Popper Bagi Terciptanya Kepemimpinan Yang Demokratis di Indonesia